top of page
Search
Writer's picturePateh Kotaks

Analisis Bumi Manusia Part 3

Analisis Bumi Manusia Bab 5

Analisis

Bab 5 dalam Novel Bumi Manusia berfokus pada penjelasan latar belakang Nyai Ontosoroh yang mampu membentuknya menjadi seperti yang kita kenal pada novel ini. Diceritakan Nyai Ontosoroh memiliki nama kecil Sanikem, memiliki seorang ayah bernama Sastrotomo dan seorang Ibu serta kakak bernama Paiman.

Sanikem hidup "cukup" bahagia di dalam keluarga tersebut sampai pada akhirnya ayahnya menggunakan Sanikem untuk digunakan sebagai alat tukar kepada Tuan Besar Kuasa agar bisa naik jabatan yang lebih tinggi. Tuan Besar Kuasa adalah pemimpin dari perusahaan yang ayahnya Sanikem bekerja di dalamnya.

Pada akhirnya Sanikem diangkat menjadi Nyai oleh Tuan Besar Kuasa yang nantinya kita ketahui sebagai Herman Mellema. Tidak seperti Herman Mellema yang diceritakan di awal bab, diketahui Herman Mellema adalah orang yang baik. Terbukti, Nyai justru merasa lebih bahagia setelah hidup bersama Herman Mellema. Ia mengajari Nyai tentang baca tulis, menyuruhnya membaca buku, dan hal konstruktif lainnya di samping posisi asli seorang Nyai yang pada dasarnya memiliki peran untuk memenuhi nafsu pemiliknya.

Nyai sendiri sudah melupakan kedua orang tuanya dan tidak peduli lagi dengan mereka, sampai mereka meninggal pun ia malah bersyukur. Hal ini menunjukkan kerasnya dampak yang terjadi dari praktek perkawinan paksa yang dilakukan oleh ayah Sanikem dan Ibunya yang dianggap tidak bisa berbuat apa-apa.

Sosok Nyai terus terbentuk semakin cerdas sampai pada akhirnya mereka membeli sebuah tanah yang nantinya akan menjadi kompleks Borderij Buitenzorg. Mereka hidup bahagia hingga memiliki 2 anak yakni Annelies dan Robert.

Herman Mellema mulai berubah saat tiba-tiba Maurits Mellema, anak kandung Herman dari istri aslinya menemuinya dan meminta pertanggungjawaban sekaligus memberi cacian atas ayahnya yang tidak bertanggung jawab atas perceraian ibunya. Hal itu membuat Herman Mellema sangat syok bahkan hilang akal kemudian pergi meninggalkan rumah itu. Ia bahkan pergi ke tempat pelacuran (suhian) milik Ah Tjong tepat kemudian kembali lagi ke rumah dan pergi lagi ke tempat itu.

Dari sini bisa kita lihat mengapa sosok Nyai bisa tampil sebagai salah satu perempuan Jawa yang kuat dan cerdas, padahal pada masa itu digambarkan sebagai sosok yang kurang berpendidikan dan kastanya ada di bawah laki-laki.

Selain itu, dalam Bab 5 kita diperlihatkan pergantian sudut pandang yang bukan lagi melakui Minke melainkan Annelies dan Nyai sendiri. Hal ini menunjukkan gaya penulisan khas Mas Pram yang gemar menggunakan sudut pandang pertama. Bahkan untuk menceritakan suatu skenario, sudut pandang akan tetap dipertahankan dan tokoh yang digunakan sebagai media cerita diubah.

Hal ini tentunya sangat jarang ditemui di zaman modern ini. Umumnya penulis Modern akan tetap mempertahankan sudut pandang dari satu sisi entah itu sudut pandang pertama yang melalui satu tokoh atau sudut pandang orang ketiga yang tentunya tidak ikut campur dalam cerita.

Bisa jadi alasan dari mengapa Mas Pram menggunakan gaya penulisan seperti ini adalah agar Ia bisa menyampaikan latar belakang dari Nyai dengan lebih gamblang, mengingat sudut pandang pertama adalah metode paling pas untuk menggambarkan perspektif seorang tokoh secara detail dan melibatkan emosi dari tokoh itu sendiri. Bisa juga Mas Pram tidak memiliki cukup bacaan yang bisa menunjang pengembangan ceritanya sehingga tetap mempertahankan sudut pandang pertama pada tokoh Minke sekaligus mampu menceritakan latar belakang Nyai.


Mengapa sosok Nyai digambarkan sedemikian rupa?

Memang, dalam budaya Jawa Kuno pun perempuan tak selalu bisa dianggap setara dengan laki-laki. Contohnya, mereka mengenal kebiasaan bela atau sati. Kebiasaan ini mengharuskan sang istri ikut mati ketika sang suami mati. Mereka biasanya menerjunkan diri ke dalam kobaran api untuk menunjukkan kesetiaannya. Persis seperti yang diperlihatkan di dalam keluarga Sanikem saat masih berada di payung orang tuanya.

Terlihat Ibu dari Sanikem seringkali tidak diperbolehkan melawan kehendak dari suaminya. Salah satunya adalah saat Nyai diapksa untuk dijadikan Nyai dari Herman Mellema oleh ayahnya sendiri.

Mas Pram di sini ingin menyampaikan bahwa laki-laki dan perempuan pada dasarnya sederajat dan diperbolehkan untuk mengenyam pendidikan. Melalui sosok Nyai kita bisa melihat ambisi Pram yang pada saat itu memiliki keadilan dan memandang kesetaraan gender sebagai sesuatu yang penting. Sudah saatnya perempuan bangkit dan memiliki haknya sendiri di peradaban.

Pramoedya dalam sebuah wawancara mengungkapkan, bahwa cerita tentang Nyai Ontosoroh muncul pasca-Peristiwa G30S1965, saat dia berada di Pulau Buru. Spirit di balik pemunculan tokoh Nyai Ontosoroh ini ialah untuk membangkitkan moralitas para tapol yang tengah mengalami demoralisasi. “Lihatlah, itu perempuan! Dia menghadapi kekuasaan kolonial seorang diri!” ujar Pram membangun kembali moralitas kawan-kawan tapol-nya ketika itu

Minke sudah tentu sangat menghormati sosok nyai ini. Nyai Ontosoroh diposisikan sebagai contoh ideal tentang moralitas, dan bahkan teladan bagi Minke. Dari Nyai Ontosoroh pulalah Minke banyak belajar. Pada roman kedua, Anak Semua Bangsa, juga Nyai Ontosoroh-lah yang mendorong Minke untuk menulis menyuarakan nasib bangsanya. Bahkan ketika akhirnya Minke memilih jalan organisasi dan jurnalistik untuk melawan kolonialisme Hindia Belanda dengan mendirikan sebuah surat kabar pribumi yang pertama, yaitu Medan Prijaji, Nyai Ontosoroh pun turut memberi bantuan pendanaan.

Meskipun begitu, hal-hal tersebut kerap kali disangkut pautkan dengan ideologi kiri yang mana pada masa itu merupakan isu sensitif. Hal itulah yang membuat buku Bumi Manusia sempat dilarang untuk beredar di Indonesia. Padahal apabila kita melihat zaman modern saat ini, kesetaraan gender merupakan salah satu dari 17 Sustainable Development Goals yang dikampanyekan oleh PBB..

Inilah mengapa Bumi Manusia bisa dikatakan sebagai novel terbaik karena mampu menjelaskan kondisi di masa kolonialisme bukan hanya dari kekejaman Belanda terhadap Indonesia namun juga beberapa aspek budaya dari Indonesia yang sebenarnya memperlicin kekuasaan Belanda.


Mengapa Annelies dan Herman tidak menjadi anak sah dari Nyai?

Hal ini dikarenakan hukum Hindia Belanda yang mengakui seorang anak sedarah dengan orang tuanya apabil kedua orang tuanya memiliki status menikah di Kantor Sipil. Diketahui Annelies dan Herman diakui sebagai anak dari Herman Mellema namun tidak dianggap sebagai anak dari Nyai Ontosoroh. Hal ini disebabkan karena Nyai dan Herman tidak memiliki hubungan pernikahan.

Latar belakang mengapa Herman Mellema menolak untuk menikahi Nyai Ontosoroh memiliki hubungan erat dengan perceraian antara Herman Mellema dengan Amelia Mellema-Hammers, istri asli dari Herman Mellema. Ketidakmampuan keduanya untuk diakui sebagai anak juga menjadikan mereka tidak bisa dibaptis di gereja sehingga secara resmi mereka belum memeluk agama kristen, juga tidak diketahui apakah mereka memeluk agama lain.


Mengapa Sanikem dipanggil Nyai Ontosoroh?

Pada saat Sanikem telah mampu menjadi pengelola Borderij Buitenzorg, orang-orang kesulitan memanggil nama Nyai Buitenzorg sehingga Nyai merekomendasikan agar dirinya dipanggil sebagai Ntai Ontosoroh.


Refleksi

Hal yang selalu saya pegang, entah dari buku mana saya menemukannya adalah "Sifat seseorang tidak berasal dari lahir, melainkan dikondisikan oleh lingkungannya." Nyai Ontosoroh menurut saya adalah salah satu contoh dari frasa tersebut.

Nyai Ontosoroh dibentuk menjadi sosok yang cerdas sekaligus tegas melalui masa lalunya yang kelam. Sementara itu Annelies dan Robert dibentuk dari kehidupan keluarga Mellema yang sudah mapan sehingga pengembangan karakternya tidak sehebat ibunya. Oleh karenanya saya berambisi untuk memiliki kehidupan yang penuh rintangan selama masa hidup saya karena dari situlah saya percaya sosok terhebat dari diri saya bisa terbentuk.

Selain itu, mungkin sosok Nyai Ontosoroh bisa dijadikan sebagai sebagai sosok Heroine yang luar biasa. Umumnya dalam novel modern, sosok Heroine biasanya memiliki pengembangan yang tidak sekuat Main Characternya dan fungsinya hanya menjadi komplementer dari karakter utamanya. Berbeda dengan Nyai Ontosoroh, heroine dalam novel ini justru yang mempengaruhi tokoh utamanya bahkan hingga ke seri selanjutnya.

Referensi


1 view0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page